Dari Alih Teknologi/Infomasi menuju Komunikasi Informasi

I like the way.mp3 - Kasekade

Peradaban manusia dewasa ini telah memasuki zaman teknologi, suatu zaman di mana teknologi berperan sebagai agen perubahan penting, jika bukan yang terpenting. Hampir semua perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terjadi di masyarakat dewasa ini diakibatkan oleh teknologi.

Kemajuan teknologi yang diharapkan mampu membawa kehidupan umat manusia kepada kemakmuran ternyata masih belum terwujud. Memang, teknologi telah membawa kita kepada kehidupan modern dan memberikan banyak kemudahan, dalam kehidupan kita. Tapi nyatanya, keuntungan ini hanya dirasakan oleh sebagian masyarakat di negara-negara maju. Maka akibatnya, betapa kita merasakan ketimpangan yang sangat besar antara kemakmuran di negara-negara maju dengan negara miskin dan berkembang. Adalah suatu kenyataan, di mana sistem sosial di dunia memungkinkan seseorang di negara maju memiliki pendapatan lebih besar dari pendapatan suatu negara di Afrika.

Ketimpangan yang ada ini memunculkan inisiatif-inisiatif untuk mengatasinya. Salah satunya dengan apa yang kita sering dengar dengan istilah alih teknologi. Yaitu sebuah upaya untuk mentransfer segala informasi, ilmu pengetahuan dan produk teknologi dari negara maju ke negara-negara di dunia ketiga. Harapannya, negara yang menerima, yaitu negara miskin dan berkembang dapat menggunakan hasil penemuan di negara maju untuk kemajuan di negaranya. Tentu hal ini logis dan masuk akal. Tapi, benarkah demikian? Tentu hal itu benar jika tanpa memperhitungkan faktor-faktor tertentu yang terjadi di lapangan.

Dikutip oleh Ziauddin Sardar dalam Information and The Muslim World: A Strategy for the Twenty-first Century, B. K. Eres memaparkan faktor-faktor utama yang merintangi alih teknologi informasi ke Dunia Ketiga. Dari sisi ekonomi, berlimpahnya tenaga kerja dan sedikit modal menjadi faktor yang cukup menghambat, belum lagi kurangnya kompetisi internal. Dari sisi sumber daya manusia, negara Dunia Ketiga menghadapi kondisi minimnya tenaga ahli dan terampil dan kurangnya pendidikan yang berkesinambungan. Dari segi politik, pemerinatahan yang tidak stabil, keinginan akan sekurirti dan kerahasiaan yang ketat, dan sntralisasi pembuat keputusan. Dari segi infrastruktur, belum tersedianya fasilitas-fasilitas penunjang yang memadai unuk diterapkannya suatu teknologi. Belum lagi hambatan-hambatan psikologi, kultur, demografi dan sosial.

Namun, seandainya faktor-faktor penghambat seperti di atas pun tidak ada, ternyata informasi yang tersedia di negara-negara industri maju sama sekali tidak relevan dengan kebutuhan di Dunia Ketiga. Pengembangan terus-menerus informasi serta teknologi-teknologi baru terpuast pada negara-negara industri kaya. Amerika berkontribusi sebesar sepertiga anggaran dunia untuk riset dan pengembangan, Eropa Barat dan Jepang untuk sepertiga lainnya, sementara untuk Eropa Timur dan Rusia di bawah sepertiga sisanya. Total anggaran riset dan pengembangan di negara-negara berkembang di Afrika, Amerika Latin dan Asia hanya kuarang dari 3%. Dengan demikian 97% riset dan pengembangan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di negara maju yang tentu tidak mencerminkan prioritas di negara Dunia Ketiga. (UNESCO, 1977), Walaupun analisis ini dilakukan 1977, sepertinya kondisinya tidak jauh berbeda kecuali munculnya negara industri baru seperti Korea, Taiwan dan China.


Selain itu terdapat juga faktor eksternal yang menyulitkan terjadinya proses alih teknologi atau informasi. Tentu kita mafhum bahwa negara-negara maju tidak akan begitu saja membuka pintu selebar-lebarnya bagi arus informasi atau teknologi ke negara-negara berkembang. Negara-negara maju pasti menginginkan ketergantungan negara berkembang akan produk-produk mereka. Tidak mengherankan bahwa di dalam masyarakat-masyarakat yang di dalamnya informasi menjadi aktivitas ekonomi yang dominan, informasi sedemikian dijaga oleh pemiliknya (Ziauddin Sardar, 1988).


Sungguh, kita semua tahu bahwa banyak negara-negara berkembang memiliki potensi yang besar baik itu sumber daya alam maupun manusia. Namun sayangnya, alih-alih hal ini digunakan untuk kemakmuran dalam negeri, yang terjadi justru negara-negara maju yang mengeksploitasi demi kepentingan mereka. Negara-negara berkembang juga memiliki ilmuwan-ilmuwan yang secara akademis harusnya mampu mengembangkan riset dan pengembangan teknologi. Namun banyak faktor yang membuat seakan kemampuan mereka tumpul di hadapan kemajuan pesat negara-negara maju.


Antusiasme berlebihan di negara-negara Dunia Ketiga untuk memanfaatkan riset-riste dan pengembangan negara industri mengakibatkan hal-hal yang justru merugikan. Pertama, prioritas yang keliru dalam sains dan teknologi. Kedua, kurangnya penilaian terhadapa dimensi filosofis, kultural dan subyektif dari informasi yang diperoleh dari negara-negara industri. Ketiga, karena tidak relevan, maka pengembangan sainsi dan teknologi tidak memnuhi kebutuhan-kebutuhan riil di lapangan. Belum lagi akibat-akibat negatif yang menimpa ilmuwan-ilmuwan di negara berkembang karena sistem informasi internasional yang begitu menghegemoni.


Maka kini kita harus mengubah paradigma alih teknologi atau alih informasi menjadi komunikasi informasi di antara negara berkembang. Suatu proses komunikasi informasi lebih rumit dari sekedar transfer teknologi atau informasi. Komunikasi hanya bisa terjadi dari seorang anggota di antara kita dengan anggota lainnya. Ini berarti bahwa komunikasi hanya bisa berlangsung antara individu-individu yang berbagi satu pandangan-dunia yang sama. Harapan dan aspirasi, etika dan nilai, serta maksud dan tujuan yang sama. Lebih jauh, hal ini berarti bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi tak boleh diizinkan menentukan kebutuhan-kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan akan informasi dan komunikasi harus dicirikan dan dinilai kembali dari nilai-nilai khas kemandirian, keadilan sosial dan otentisitas kultural.


Melalui komunikasi informasi ini, diharapkan tidak ada lagi atau minim riset dan pengembangan yang tidak relevan dengan kebutuhan-kebutuhan negara berkembang. Komunikasi ilmu pengetahuan lebih merupakan fungsi banyaknya informasi ilmiah yang ditumbuhkan oleh ilmuwan-ilmuwan negara berkembang ketimbang banyaknya informasi yang dialihkan dari negara-negara industri. Saatnya kini kita kembangkan sistem informasi yang menunjang kebutuhan komunikasi infromasi ini. Sampai kapan terus bergantung kepada negara-negara maju? Kita lah yang paling bertanggung jawab untuk memutuskan ketergantungan tersebut.

Kamis, 07 Agustus 2008

1 Comment:

andreas iswinarto said...

mohon maaf untuk yang satu ini..

bila anda tertarik kajian/tesis soal internet dan perubahan sosial silah kunjung

http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/internet-dan-teknologi-informasi-untuk.html

salam kenal, salam hangat

 
Blognyaamanda - Wordpress Themes is proudly powered by WordPress and themed by Mukkamu Templates Novo Blogger